[rpi]
Sama seperti manusia, hewan juga memiliki hak untuk hidup.
Sudah sejak lama, hewan digunakan sebagai sarana pengujian bagi berbagai produk (kosmetik, obat, dll) sebelum digunakan pada manusia.
Praktik ini menimbulkan banyak perdebatan sekaligus penentangan dari aktivis penyayang binatang.
Kelompok ini percaya bahwa pengujian pada binatang (animal testing) merupakan perbuatan tidak manusiawi dan melanggar hak hewan karena mereka tidak memiliki kemampuan membela diri.
Meski demikian, pro dan kontra masih tetap timbul menyikapi penggunaan hewan untuk eksperimen dan pengujian.
Pendapat Pro atas Pengujian pada Hewan
Berikut akan disajikan pendapat yang pro (mendukung) eksperimen pada binatang:
1. Pengujian pada hewan telah terbukti bermanfaat untuk mencegah manusia dari efek racun suatu obat baru atau produk lainnya.
Di banyak negara, pengujian obat pada binatang menjadi keharusan sebelum digunakan pada manusia untuk meminimalkan efek merugikan.
Dalam kasus seperti itu, jika pengujian pada hewan dilarang, manusia akan terpapar resiko karena menggunakan produk yang belum diuji.
2. Sebagian orang percaya bahwa jika pengujian pada hewan dilakukan sedemikian rupa sehingga meminimalkan kemungkinan rasa sakit dan kematian, maka hal tersebut bisa dibenarkan.
Pendapat ini menyatakan, mengurangi resiko pada manusia harus menjadi prioritas utama, dan jika hewan harus ‘menderita’ untuk melindungi manusia, itu dapat diterima.
3. Spesies yang paling dekat dengan manusia adalah simpanse dan monyet, yang memiliki 99% kesamaan gen.
Dengan demikian, tes yang dilakukan pada spesies tersebut merupakan indikator penting mengenai efek suatu produk dan obat-obatan pada tubuh manusia.
Tentu tidak etis langsung melakukan tes pada manusia saat terdapat berbagai spesies hewan yang dapat menggantikan tempat manusia.
Pendapat Kontra atas Pengujian pada Hewan
Berikut adalah pendapat kontra (menentang) pengujian pada binatang:
1. Sementara pendukung pengujian hewan menyatakan sah menggunakan hewan sebagai eksperimen, penentangnya bertanya, apakah manusiawi menggunakan hewan yang tidak dapat memberikan persetujuan atau ketidaksetujuan untuk tujuan pengujian dan memperlakukannya dengan buruk?
2. Beberapa hewan yang digunakan untuk pengujian bahkan secara fisiologi tidak mirip manusia, seperti kelinci dan tikus.
Hal ini berarti efek obat tertentu yang muncul pada hewan eksperimen belum tentu menimbulkan efek yang sama pada manusia.
Ini berarti pengujian pada hewan berpotensi menimbulkan resiko buruk baik pada hewan uji maupun pada manusia.
Selain itu, karena binatang seperti simpanse dan monyet sangat mirip dengan manusia yang memiliki kecerdasan dan mungkin kesadaran, apakah manusiawi melakukan percobaan pada binatang seperti itu?
Apakah hal tersebut tidak mirip dengan melakukan percobaan pada manusia sendiri?
3. Berdasarkan berbagai statistik, ditemukan bahwa perlakuan pada hewan uji bisa tidak terbayangkan.
Mayoritas hewan-hewan mengalami penderitaan dan rasa sakit bahkan setelah diberikan anestesi sekalipun.
4. Sengaja menyuntikkan virus seperti HIV atau obat-obatan lainnya pada hewan hanya untuk memahami dampaknya benar-benar tidak dapat diterima.
Binatang tidak memiliki kemampuan mengekspresikan rasa sakit dan penderitaan. Ketidakmampuan ini yang kemudian dimanfaatkan saat melakukan pengujian pada hewan.
5. Dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mustahil tidak terdapat metode alternatif untuk menggantikan pengujian pada hewan.
Dengan ditemukannya berbagai metode tersebut, pengujian kepada hewan menjadi semakin tidak bisa dibenarkan.[]