Salah satu perang yang paling mengancam dalam sejarah umat manusia adalah Perang Dingin.
Meskipun disebut perang, belum pernah terjadi sekalipun konflik terbuka antara kedua belah pihak yang bertikai.
Perang ini ditandai dengan ketegangan, rasa permusuhan, dan perlombaan senjata antara dua negara terkuat pada saat itu yaitu Amerika Serikat dan Uni Soviet.
Kedua pihak menumpuk senjata melebihi yang dibutuhkan dan berusaha mengumpulkan sekutu sebanyak-banyaknya.
Ketegangan tidak hanya dirasakan oleh kedua negara dan sekutunya, melainkan juga oleh seluruh dunia, terutama dengan keterlibatan senjata nuklir yang bisa membawa kehancuran seketika.
Banyak yang beranggapan bahwa runtuhnya Uni Soviet menjadi faktor penentu berakhirnya Perang Dingin.
Kenyataannya, segala sesuatunya tidaklah sesederhana itu karena melibatkan berbagai aspek yang saling berkaitan.
Berakhirnya Perang Dingin
Berikut adalah beberapa faktor penentu berakhirnya Perang Dingin:
1. Gerakan Reformasi Mikhael Gorbachev
Ketika Mikhael Gorbachev berkuasa di Uni Soviet sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis pada tahun 1985, dia tercatat mengubah wajah dunia.
Saat memerintah, Gorbachev berusaha mereformasi Uni Soviet menjadi negara yang lebih demokratis.
Dia juga membuat beberapa perjanjian internasional dan melakukan gerakan yang secara harfiah mengakhiri Perang Dingin, meski harus ditebus dengan runtuhnya Uni Soviet menjadi 16 negara yang berbeda.
Keruntuhan ini tentu bukan sesuatu yang dibayangkan Gorbachev. Namun tanpai inisiatifnya, Perang Dingin mungkin masih akan berlangsung dan semakin berlarut.
2. Kegagalan Ekonomi Rusia
Harga minyak mengalami penurunan pada tahun 1980-an dan secara drastis mempengaruhi pendapatan Uni Soviet pada saat itu.
Hal ini mendorong Gorbachev melakukan beberapa langkah reformatif dengan tujuan mengangkat perekonomian.
Dia memperkenalkan konsep Perestroika (restrukturisasi) dan Glasnost (keterbukaan) untuk melawan ketertutupan yang mengelilingi kerja Pemerintah Uni Soviet.
Selain itu, perlombaan senjata dengan Amerika Serikat membuat ekonomi Uni Soviet semakin mengalami kesulitan.
Semua ini menyebabkan banyak tuntutan reformasi liberal yang akhirnya tidak tertangani dengan baik sehingga memicu gerakan yang akhirnya menghancurkan Uni Soviet.
3. Perang di Afghanistan
Antara tahun 1979 hingga 1989, Soviet membantu Republik Demokratik Afghanistan melawan Mujahidin Afghanistan dan penyusup Arab-Afghan lainnya.
Akhirnya, Amerika Serikat juga ikut terlibat dalam perang ini dengan tujuan tunggal berusaha melawan Soviet.
Biaya perang, kerugian ekonomi, dan hilangnya nyawa selama perang 9 tahun mengakibatkan masyarakat Soviet mendesak pemerintahnya untuk menghentikan perang.
4. Konflik di Berbagai Wilayah Dunia
Setiap kali terjadi konflik antara dua negara, kedua pihak cenderung berusaha mendekati baik Uni Soviet atau Amerika Serikat untuk meminta bantuan.
Akibatnya, hampir seluruh dunia terbagi menjadi dua blok. Hal ini menyeret AS dan Soviet dalam berbagai konflik di berbagai belahan dunia yang tentu membawa masalah bagi kehidupan domestik mereka.
Perekonomian Soviet yang sudah melemah semakin bertambah sulit karena harus membiayai berbagai konflik di seluruh dunia.
5. Komunikasi Lebih Cair antara Uni Soviet dan Amerika Serikat
Untuk berbagai alasan yang berbeda, hubungan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet mulai mencair yang ditandai dengan banyak pembicaraan yang melibatkan kedua negara.
Ronald Reagan, yang merupakan Presiden Amerika Serikat saat itu, sepakat mengadakan beberapa diskusi ekonomi dengan Uni Soviet.
Fokus pembicaraan pada akhirnya bergeser ke upaya pengurangan perlombaan senjata yang telah terjadi selama beberapa dekade sebelumnya.
Tahun 1985 menjadi saksi pertemuan pertama yang diadakan di Jenewa, Swiss, dan menjadi tanda awal berakhirnya perang.
Pertemuan terakhir diadakan di Moskow, di mana Gorbachev dan George HW Bush menandatangani perjanjian pengawasan senjata.
Akhirnya, Perang Dingin secara resmi dinyatakan berakhir di Malta Summit pada tahun 1989.[]