Jauh sebelum depresi pasca melahirkan berhasil diidentifikasi, kondisi ini dianggap sebagai penyakit jiwa yang dialami perempuan setelah melahirkan.
Pada 460 SM, Hippocrates menjelaskan teori tentang “puerperal fever” (demam nifas).
Menurut teori Hippocrates demam nifas disebabkan oleh terhambatnya pelepasan cairan lochial (darah, jaringan, dan lendir yang keluar setelah melahirkan) yang diangkut ke otak sehingga menimbulkan agitasi, delirium, dan serangan mania.
Pada abad ke-11, ginekolog Trotula of Salerno berspekulasi dengan mengatakan bahwa “jika rahim terlalu lembab, otak akan diisi dengan air, dan cairan tersebut akan bergerak ke mata, sehingga tanpa sadar meneteskan air mata.”
Pada abad ke-18, psikosis dan depresi nifas secara khusus didefinisikan oleh Marce dalam karyanya yang berjudul Treatise on Insanity in Pregnant and Lactating Women.
Namun pemahaman penyakit jiwa pasca melahirkan (postpartum mental illness) menjadi lebih sistematis pada pertengahan abad ke-19 ketika Esquirol menulis tentang “keterasingan jiwa pada mereka yang baru saja melahirkan dan wanita menyusui”.
Saat ini, informasi mengenai depresi pasca melahirkan lebih mudah didapat sehingga dengan pendidikan yang tepat, dukungan keluarga, dan perawatan kesehatan, kondisi ini bisa diobati.
Jenis Depresi Pasca Melahirkan (Postpartum Depression)
Banyak orang beranggapan bahwa depresi pasca melahirkan merupakan kondisi yang definitif, padahal sebenarnya kondisi ini masih dalam wilayah abu-abu.
Jenis-jenis depresi pasca melahirkan terbagi menurut tingkat keparahannya, mulai dari baby blues ringan, depresi berat pasca melahirkan, hingga psikosis postpartum.
1. Baby Blues
Baby blues adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan penarikan diri, jenis yang relatif ringan dari depresi pasca melahirkan. Baby blues biasanya dialami oleh 30 sampai 80 persen dari semua ibu baru.
Gejala baby blues termasuk diantaranya adalah kemurungan, kecemasan, kesedihan, menangis, insomnia